
– Rio Purboyo –
Para inovator (memang) berpikir secara berbeda, tapi seperti yang Steve Jobs nyatakan, mereka nyata-nyata hanya berpikir berbeda dengan menghubungkan yang tampaknya tidak berhubungan.
Asosiasi, atau kemampuan untuk membuat hubungan antar area pengetahuan, industri, bahkan geografi, seringkali adalah keahlian yang melekat pada inovator.
Ide-ide inovatif berkembang pada persimpangan dari pengalaman-pengalaman yang beragam, baik itu pengalaman orang lain maupun diri sendiri.
Para inovator sengaja melakukan manuver ke dalam persimpangan di mana berbagai pengalaman berkembang dan memelihara penemuan akan pemahaman-pemahaman baru.
Kita dapat menyelami catatan peradaban, pada Abad 8 – 13 Masehi, abad keemasan Islam.
Para penjelajah Islam melakukan perjalanan ke ujung dunia.
Mekkah bertindak tidak hanya sebagai pusat agama. Namun juga menjadi kunci persimpangan dari para pedagang multinasional yang datang dari bagian barat jauh Mediterania sampai dengan timur jauh India.
Abad keemasan Islam menghasilkan inovasi yang signifikan, banyak di antaranya masih relevan sekarang ini, termasuk prinsip dan ramuan dasar dari lipstick, losion pelindung sinar matahari, termometer, etanol, deodoran untuk ketiak, pemutih gigi, torpedo, cara kerja cahaya dan lensa, serta pakaian tahan api.
Cara Kerja Asosiasi
Mengikuti cara kerja otak, makin beragam pengetahuan yang diproses otak, makin banyak hubungan yang dapat dibangun.
Itulah yang terjadi ketika kita memasukkan pengetahuan yang segar.
Masukan segar ini memacu asosiasi yang membawa pada ide-ide baru.
Jauh sebelum jejaring warung kopi Starbucks menyebar di banyak negara, yang kini diboikot karena menyokong pendanaan ke penjajah, pendirinya bercerita bahwa ia memperoleh ide Starbucks ketika dia mengamati kedai-kedai espresso di Italia.
Para inovator disruptif bersinar terang pada keahlian asosiasi ini, ketika melintasi berbagai batasan (geografi, industri, perusahaan, profesi, disiplin, dan sebagainya), secara aktif. Sambil mereka melakukan keahlian DNA inovator lainnya, tentunya.
Dalam peristiwa haji (dan umroh), jamaah bisa memanfaatkan momentum tersebut untuk bertemu orang-orang dari berbagai latar belakang ide dan pengalaman.
Buya HAMKA, dalam hal ini, telah mewariskan karya kreatif dan inovatif sekaligus, melalui novelnya. Di Bawah Lindungan Ka’bah. Yang di kemudian hari, diangkat pula ke layar lebar.
www.INALEAD.id