Satu bagian penting dari tugas kepemimpinan, adalah perencanaan dan eksekusi. Saat merencanakan, manusia gunakan dua potensi unik: imajinasi dan suara hati. Saat merencanakan kita tidak hanya mengandalkan ingatan tentang keberhasilan masa lalu. Namun juga membuka diri akan kemungkinan-kemungkinan baru. Karenanya, manusia diberi kemampuan dalam menciptakan harapan dan tujuan yang lebih baik. Visioner.
Kita bisa berkata, “Saya telah merancang masa depan dalam pikiran saya. Saya dapat melihatnya dan saya dapat membayangkannya seperti apa, kelak!”
Binatang tidak dapat melakukannya. Mereka secara naluri dapat mengumpulkan makanan, untuk persediaan. Namun, mereka tidak mampu membuat mesin penghangat makanan atau pendingin sayuran.
Hanya manusia yang dapat memikirkan, “Mengapa saya perlu lakukan ini semua?”
Hanya manusia yang punya kemampuan untuk membayangkan tindakan-tindakan baru dan menekuninya sepenuh hati.
Dengan imajinasi dan suara hati inilah, manusia dapat merencanakan, melihat masa depan dari masa kini. Dengan melihat benih yang ada saat ini, jiwa dan pikiran dapat terbang ke masa depan; melihat benih itu menjadi perkebunan yang berisi tanaman subur, segar, rindang, dan berbuah lebat. Benih, bertumbuh, berbuah, dan panen.
WS Rendra menggambarkan dengan baik, dalam “Sajak Seonggok Jagung”.
Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda…
Memandang jagung itu, sang pemuda melihat ladang;
Ia melihat petani; ia melihat panen.
…Ia siap menggarap jagung.
Ia melihat kemungkinan, otak dan tangan siap bekerja
Kita dapat belajar dari Nabi Yusuf as.,
“Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras anggur.” (QS. Yusuf/12: 47-49)
Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Yusuf as. merencanakan program untuk beberapa tahun ke depan. Itu artinya, perencanaan tidak menafikan keimanan, tapi merupakan upaya antisipasi, dalam menjalankan sebab-sebab bagi terpenuhinya tujuan. Perencanaan pada dasarnya adalah tindakan penting! Adanya rencana dapat memberi gambaran yang utuh dan menyeluruh bagi masa depan, sehingga mendorong seseorang untuk bekerja secara maksimal dan optimal dalam merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan.
Saat membuat rencana, kita perlu menentukan berapa lama proses mewujudkannya akan berlangsung. Ada dua caranya.
Dalam penelitian yang mendalam terhadap pengelolaan waktu, Roger Buehler dari Universitas Wilfrid Laurier meminta mahasiswa mengajukan usulan kapan kira-kira mereka dapat menyelesaikan sebuah tugas esai yang penting. Para mahasiswa yakin mereka akan menyerahkan tugas, rata-rata 10 hari sebelum batas waktu yang ditentukan. Namun, rupanya mereka terlalu optimis dan, kenyataannya, cenderung menyelesaikan esai tersebut hanya satu hari sebelum batas waktu.
Efek ini, dikenal dengan sebutan “Kekeliruan Perencanaan” (Planning Fallacy), yang tidak terbatas hanya pada mahasiswa yang berusaha menyelesaikan esai tenggat waktu.
Penelitian menunjukkan manusia punya kecenderungan kuat untuk menyepelekan berapa waktu yang dibutuhkan guna menyelesaikan sebuah proyek. Dan terutama, pengharapan orang yang bekerja dalam kelompok, tidak realistis. Bahkan pada saat mereka berusaha bersikap realistis sekalipun, manusia cenderung membayangkan bahwa segala sesuatunya akan berjalan sesuai rencana sehingga tidak mempertimbangkan keterlambatan yang tidak terhindarkan dan tidak diharapkan, termasuk masalah-masalah yang datang tak terduga.
Namun demikian, penelitian Buehler juga menunjukkan adanya cara yang cepat dan efektif untuk mengatasi persoalan tersebut. Pada waktu dia meminta para mahasiswa itu agar mengingat saat mereka berhasil menyelesaikan tugas yang sama -dahulu, jawaban yang mereka berikan untuk memenuhi batas waktu di masa mendatang terbukti jauh lebih akurat.
Tampaknya, agar bisa mendapatkan perkiraan akurat mengenai waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah proyek, Anda perlu memperhatikan berapa lama waktu yang Anda gunakan untuk menyelesaikan tugas serupa di masa lalu.
Jika cara ini tidak berhasil, Anda selalu bisa mencoba teknik yang diteliti Justin Kruger dan Matt Evans di Universitas Illinois di Urbana-Champaign. Dalam penelitian mereka, partisipan membuat perkiraan berapa lama waktu yang akan mereka butuhkan untuk melakukan suatu kegiatan yang cukup rumit.
Satu kelompok diminta memperkirakan waktu yang dibutuhkan, sedangkan kelompok lain didorong untuk “membongkar” kegiatan tersebut menjadi beberapa bagian sebelum mengambil keputusan. Mereka yang membayangkan kegiatan “pembongkaran” ternyata berhasil membuat perkiraan waktu yang terbukti jauh lebih akurat dibandingkan partisipan lain.
Jadi, untuk ketahui berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk melakukan sesuatu, sebelumnya pisahkan dulu seluruh langkah-langkah yang ada di dalamnya, baru kemudian perkirakan waktunya.
Selamat membuat perencanaan.
Rencanakan apa yang Anda lakukan. Pimpin apa yang Anda rencanakan.
Rio Purboyo
Manajer di INALEAD
(www.INALEAD.id)