-Rio Purboyo
Inovasi, hadir dan menyebar berkat kumpulan tangan-tangan yang terus bergerak. Mungkin, awalnya mereka diremehkan, diacuhkan, tanpa penghargaan dan penghormatan yang layak.
Tapi begitu mereka memutuskan untuk terus berkarya, mencipta, dan merekayasa ulang; dampaknya tercatat dalam sejarah hingga tahunan kemudian.
Saat kita baca buku “sejarah” The Innovators karya Isaacson setebal 500-an halaman, di dalamnya bercerita tentang peran banyak pihak yang terlibat dalam teknologi digital di dunia, termasuk sosok-sosok yang selama ini hanya menjadi catatan kaki sejarah.
Tersebutlah kisah Howard Alken saat merancang komputer digital di Harvard pada 1937, sebab ia terilhami oleh penggalan kisah Mesin Selisih buatan Charles Babbage serta “Catatan” Ada Lovelace yang ia tulis hampir seabad sebelumnya.
Penciptaan personal computer pun terus disempurnakan, mulai dari era Vannevar Bush -pembuat komputer analog elektromagnetis pertama di dunia pada 1931- hingga inovasi brilian Steve Jobs lewat produk Apple-nya.
Dari buku itu saya bisa membaca sejarah revolusi teknologi dan kebangkitan era digital, profil para inovator paling imajinatif yang berupaya mewujudkan ide-ide nyeleneh, cara membangun kerajaan bisnis yang tersistem dengan rapi, pembentukan pola kerja yang sesuai kultur perusahaan, hingga upaya-upaya kreatif untuk memetik ide inovasi yang mampu mengubah dunia.
Dalam buku mengagumkan ini, kita akan temui sejarah komputer yang dibentangkan bukan sebagai lompatan besar ke depan, melainkan sebagai perkembangan (entitas) selangkah demi selangkah.
Untuk tiap upaya kreatif dan inovasi, saya selalu teringat pesan seorang Pendidik…
“Dalam proses mewujudkan inovasi, jadilah pihak yang mendukung ide dan opini orang lain, jadilah pihak yang membantu, dan jadilah menghasilkan.
Jika muncul potensi gagal, pastikan dirimu adalah pihak terakhir untuk yang meragukan dan menyerah.”
Karena membaca paparan sejarah revolusi digital ini, saya tiba pada satu simpulan sederhana.
Pada akhirnya, inovasi bukanlah tentang mengalahkan pihak lain, melainkan untuk menciptakan kebahagiaan dan manfaat yang lebih meluas.
Isaacson menegaskan, betapa proses pertumbuhan inovasi dibangun secara perlahan, bertumpuk dari ide-ide warisan generasi sebelumnya.
Para inovator terbaik ialah mereka yang memahami alur perubahan (teknologi, inovasi) dan kemudian meneruskan tongkat perjuangan inovator terdahulu.
Sebagaimana Google memiliki mantra “Berdiri di pundak para raksasa”.
Umat terbaik ini pun, jauh-jauh hari sudah dibiasakan dengan “Melestarikan warisan yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik.”
Selamat berinovasi.
Sumber Foto : https://osc.medcom.id/community/menciptakan-sebuah-inovasi-yang-besar-dan-kreatif-dalam-waktu-yang-singkat-559