Corporate Culture
Building Program

“Culture is not the business, culture is not where the money come from, but culture is where the result come from.” -Kotter & Hesket

Budaya Organisasi dan Dampaknya

Kotter & Hesket menerjemahkan budaya dengan, “Culture is not the business, culture is not where the money come from, but culture is where the result come from.”

Kita bisa artikan, “Budaya itu bukan bisnis, budaya itu bukanlah akibat yang muncul karena adanya uang, tapi budaya adalah penyebab munculnya hasil.”

Merujuk pada penelitian kedua pakar tersebut, organisasi dengan strong culture, memiliki pendapatan 4 kali lebih besar, 12 kali nilai saham, merekrut karyawan 8 kali lipat lebih banyak daripada yang memiliki low performance culture.

Lebih jauh, Kotter & Hesket juga menjelaskan 3 dampak buruk yang muncul dari unhealthy culture, yaitu:

  • Berkembangnya budaya arogansi yang kuat.
    Manajer atau leader bersifat superior terhadap hal-hal yang ada, baik itu ide, gagasan, ataupun perbaikan. Mereka juga memperlihatkan perilaku sebagai seorang superior yang mengetahui segala hal tentang pekerjaannya.
  • Tidak memberikan nilai penting.
    Nilai pelayanan dan keunggulan tidak diberikan kepada tiga komponen penting dalam organisasi (perusahaan), yaitu: customer, stakeholder, dan karyawan.
  • Tidak adaptif terhadap perubahan.
    Munculnya ketidakmampuan dalam beradaptasi dan melakukan perubahan di kalangan karyawan, terjadi penentangan, hingga perseteruan. Beberapa karyawan senior memiliki kekhawatiran kehilangan superioritasnya.

High Performance Culture

Kim & Bang (2013), memaknai budaya kerja yang kuat sebagai,

“…seperangkat perilaku atau aturan yang mengarahkan organisasi untuk mencapai hasil yang unggul dengan menetapkan tujuan bisnis yang jelas, mendefinisikan tugas dan tanggung jawab karyawan, menciptakan lingkungan yang dapat dipercaya, serta mendorong karyawan untuk terus bertumbuh dan menemukan potensi terbaik dalam dirinya.”

Budaya kerja yang baik akan mempengaruhi kinerja tiap karyawan. Sehingga dapat menunjang organisasi semakin maju dan menjaga posisi yang menguntungkan di tengah persaingan.

Kita bisa melihat pengalaman perusahaan kelas dunia, seperti Apple, Google, Zappos, Ford, Hilton; bagaimana mereka melakukan pengembangan dan transformasi budaya kerja yang berdampak pada kinerja organisasinya.

Berdasarkan data survei 10 tahun terhadap employee engagement, oleh Queen’s University Center for Business Venturing (Pontefract dalam Forbes, 2017). Organisasi dengan budaya yang baik, menghasilkan:

Kenaikan Harga Saham
Persentase 65%
Penurunan Turnover Karyawan
Persentase 26%
Peningkatan Lamaran Kerja yang Masuk
Persentase 100%
Penurunan Jumlah Karyawan tidak Hadir
Persentase 20%
Peningkatan Produktivitas
Persentase 15%
Kenaikan Tingkat Kepuasaan Pelanggan
Persentase 30%

Agenda Transformasi Budaya

Ketika kita ingin memahami mengapa transformasi organisasi gagal. Kita bisa temukan petunjuknya dari John Kotter, dalam “The Heart of Change”, “70% transformasi yang pernah dilakukan gagal, karena hanya menggunakan “Kepala (Head)” tanpa “Hati (Heart)”. Pemimpin yang berhasil dalam melakukan transformasi adalah mereka yang melibatkan aspek “Hati (Heart)”.

Karena itulah, INALEAD memfasilitasi proses transformasi (pembentukan) budaya dengan melibatkan keseluruhan potensi insani, “Human Centered Design”.

Susunan Program

Hubungi Kami!

Untuk pertanyaan dan penjelasan lebih lanjut hubungi dan konsultasikan bersama kami.

Dokumentasi
Corporate Culture Building Program

RS PKU Muhammadiyah Wonosobo

logo inalead orange blue design sprint

Contact Info

Open chat
Hi, Saya Fendy
Saya ingin konsultasi mengenai training inalead